JAMBI-Sebanyak 33 jurnalis/wartawan yang terdalam dalam Forum Wartawan Ekonomi dan Bisnis (Forweb) Jambi diajak Bank Indonesia (BI) Jambi berkunjung ke Museum Kehidupan Samsara atau Samsara Bali Living Museum, di Kabupaten Karangasem, Bali, Selasa (07/10/2025) lalu.
Museum tersebut, terletak di Desa Jungutan, Bebandem, Karangasem, lokasinya sangat dekat dengan Gunung Agung. Di sana, pengunjung diperlihatkan kegiatan aktivitas sehari masyarakat setempat. Salah satunya, pembuatan sarana tetabuhan (arak, brem).
Untuk sampai ke lokasi ini membutuhkan waktu sekitar 3 jam perjalanan dari Denpasar, Bali. Begitu di lokasi, rombongan Forweb Jambi disambut secara adat oleh pengurus museum.
Sebelum memasuki kawasan museum seluas 2 hektare, diwajibkan mensucikan diri dengan membasuh telapak tangan dan kemudian, dipasangkan kain khas Bali di pinggang para pengunjung.
Inisiator Operasional Samsara Living Museum, Ida Bagus Wisnawa mengatakan konsep museum ini hadir berawal dari keprihatinan modernisasi yang menggerus adat dan budaya Bali. Apalagi, sekarang jarang dipahami terutama oleh generasi muda.
“Museum Kehidupan Samsara adalah salah satu dari pengejawantahan Museum Kehidupan Karangasem yang mengangkat tema tentang siklus hidup manusia Bali. Dimulai dari berbagai nilai serta tradisi yang melekat sejak bayi berada di dalam kandungan, kemudian lahir ke dunia, hidup hingga mati,” jelasnya.
Menurutnya, Konsep Museum Samsara adalah merekontruksi rangkaian siklus kelahiran manusia Bali. Di mana semua dibingkai dalam ritual, sarana upakara. Dan pemaknaan di balik simbol-simbol tersebut menjadi informasi praktis yang dapat menjadi pengkayaan pengalaman.
Selain itu, Samsara Living Museum ini didirikan untuk melestarikan dan mempromosikan budaya Bali, khususnya kepercayaan dan tradisi Hindu. Konsep museum ini unik karena memungkinkan pengunjung untuk mengalami langsung ritual dan tradisi Bali melalui berbagai aktivitas dan pameran interaktif.
Disini pengunjung dapat menyaksikan dan berpartisipasi dalam berbagai ritual dan tradisi Bali, seperti upacara keagamaan dan ritual kehidupan. Selain itu Museum ini memiliki koleksi artefak dan benda-benda budaya Bali yang dipamerkan dalam bentuk visual yang menarik.
“Pengunjung dapat mengikuti kelas memasak tradisional Bali, membuat arak, dan belajar tentang tanaman obat tradisional dan lain-lainnya,” Ida Bagus Wisnawa.
Disini pengunjung mendapat penjelasan yang santai mendetail tentang siklus kehidupan yang terdiri dari lahir, hidup, mati, dan reinkarnasi. Dan bertujuan untuk melestarikan dan mempromosikan budaya Bali, serta meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya warisan budaya.
Lebih lanjut, museum ini memadukan foto, artefak, dan demonstrasi praktis untuk menyoroti setiap tahapan kehidupan masyarakat Bali, menciptakan pengalaman yang menarik sekaligus mendidik.
Misalnya, ritual pertama, Ngrujak, melibatkan ibu hamil yang mengonsumsi campuran buah untuk mendukung kehamilan yang sehat. Seiring pertumbuhan anak, upacara-upacara seperti Magedong-gedongan, Nanem Ari-ari, dan Kepus Wedel menandai tonggak-tonggak awal kehidupan.
Tradisi-tradisi ini tak hanya membimbing perkembangan bayi, tetapi juga menghubungkan mereka secara mendalam dengan alam dan spiritualitas. Pengunjung juga diajak berkeliling di sekitar area museum untuk melihat tanaman upacara yang juga ditanam di sekitar museum.(Red)
0 Komentar