Dewan Pers Tegaskan Penggunaan AI dalam Jurnalistik Harus Patuhi Kode Etik


JAKARTA – Dewan Pers secara tegas menetapkan bahwa penggunaan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dalam dunia jurnalistik tidak boleh lepas dari prinsip etika dan transparansi. Setiap konten yang dihasilkan dengan bantuan teknologi tersebut wajib disertai keterangan atau label yang menjelaskan peran AI dalam proses pembuatannya, guna menjaga kepercayaan publik terhadap media.

Pernyataan ini mengemuka dalam diskusi strategis antara Dewan Pers dan Tim Peneliti Pusat Riset Kebijakan Publik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang digelar di Jakarta, Selasa (28/10/2025). Pertemuan tersebut membahas arah masa depan informasi dan komunikasi publik di tengah derasnya arus perkembangan teknologi AI yang kini mulai masuk ke ruang redaksi.

Ketua Komisi Digital dan Sustainability Dewan Pers, Dahlan Dahi, menegaskan bahwa AI hanya berperan sebagai alat bantu (tools), bukan pengganti jurnalis dalam proses kerja redaksi. Ia menekankan bahwa seluruh tahapan produksi berita mulai dari perencanaan, riset, penulisan, hingga publikasi harus tetap berada di bawah kendali manusia.

“Tanggung jawab penuh atas kebenaran faktual dan setiap kesalahan yang mungkin timbul tetap berada di tangan jurnalis serta perusahaan pers. AI tidak bisa menggantikan peran manusia dalam memastikan akurasi berita,” ujar Dahlan dalam diskusi tersebut.

Menurutnya, salah satu tantangan utama dari penggunaan AI generatif adalah ketiadaan jaminan kebenaran data. Oleh karena itu, setiap hasil produksi yang dihasilkan dengan bantuan AI wajib melalui proses verifikasi manual sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Prinsip human control, kata Dahlan, merupakan fondasi penting dalam menjaga integritas, akurasi, dan nilai moral jurnalistik.

Selain menyoroti aspek etika, Dewan Pers juga menekankan perlunya regulasi yang adil antara media nasional dan platform digital asing yang kini menjadi bagian besar dalam distribusi informasi. Dahlan menilai, pemerintah perlu memastikan adanya fair playing field agar perusahaan media dalam negeri tidak dirugikan oleh algoritma dan model bisnis raksasa teknologi global.

“Keadilan regulasi dan perlindungan terhadap karya jurnalistik harus menjadi prioritas. Jangan sampai media lokal kalah bersaing karena ketimpangan ekosistem digital,” ujarnya.

Dewan Pers juga mendorong pemerintah memperkuat perlindungan hak cipta karya jurnalistik, termasuk hasil liputan dan foto yang kini kerap diambil alih tanpa izin untuk melatih model AI oleh pihak ketiga. Penguatan regulasi ini dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan industri pers nasional yang berfungsi sebagai penjaga kebenaran dan penegak prinsip demokrasi.

Lebih lanjut, Dewan Pers berharap agar setiap penerapan teknologi AI di ruang redaksi dilakukan secara bertanggung jawab dan transparan, dengan tetap menempatkan jurnalis sebagai pengendali utama. Penerapan label atau penanda konten berbasis AI juga disebut penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap media di tengah maraknya disinformasi dan manipulasi digital.

“Pers Indonesia harus menjadi contoh dalam mengelola AI dengan etis. Teknologi ini seharusnya membantu meningkatkan kualitas liputan dan efisiensi kerja, bukan justru mengaburkan batas antara fakta dan fiksi,” tegas Dahlan.

Dengan adanya pedoman etik dan regulasi yang jelas, Dewan Pers optimistis bahwa kolaborasi antara jurnalisme dan teknologi dapat berjalan seimbang. Kehadiran AI diharapkan mampu mendukung kerja jurnalistik yang lebih cepat, akurat, dan inovatif tanpa mengorbankan nilai-nilai dasar pers yang independen.(Rel)

0 Komentar